Jakarta, 16 Oktober 2024 – Direktorat Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Dirjen PPTR), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyelenggarakan talkshow KKPR OUTLOOK 2024 dengan mengangkat tema “Tertib Tata Ruang di Era Kemudahan Berusaha”.

Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Dirjen PPTR) Jonahar menyoroti mengenai UU 6/2023 (PERPU No. 2/2022- CK) sebagai bukti pemerintah hadir untuk mendorong investasi melalui perbagai kemudahan berusaha. Dengan adanya kemudahan berusaha dapat menciptakan ekosistem investasi yang lebih baik.

Jonahar mencontohkan, salah satunya dengan melakukan penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha dengan penerbitan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (KKPR) melalui sistem Online System Submission (OSS). “Adanya kemudahan tersebut, maka investor dapat lebih cepat dalam mengembangkan usaha dan memanfaatkan ruang dalam rangka merealisasikan investasinya,” ujarnya saat membuka talkshow “KKPR OUTLOOK 2024” di Jakarta, Rabu (16/10/2024).

Jonahar menyebutkan bahwa dalam amanah Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan Penataan Ruang, Pengendalian Pemanfaatan Ruang menjadi langkah penting dalam mewujudkan tertib tata ruang. “Salah satu pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penilaian pelaksanaan KKPR untuk memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam dokumen KKPR tersebut,” imbuhnya.

Jonahar memaparkan bahwa selama periode 2022-2024, Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang melalui Direktorat pengendalian Pemanfaatan Ruang telah melakukan penilaian pelaksanaan KKPR dan Pernyataan Mandiri Pelaku Usaha Mikro dan Kecil (PMP UMK) di berbagai wilayah di Indonesia.

“Hingga 10 Oktober 2024, telah dilaksanakan penilaian terhadap 12.505 dokumen KKPR dan PMK UMK yang terdiri dari 11.268 dokumen KKPR dan 1.237 dokumen PMP UMK. Namun, dalam penilaian tersebut ditemukan 77 persen dokumen KKPR yang tidak valid. Hanya 30 persen yang valid. Ternyata, terdapat tipologi ketidakvalidan KKPR antara lain, dokumen dokumen KKPR terduplikasi; muatan dokumen KKPR tidak lengkap; dasar penerbitan KKPR bukan RDTR (Rencana Detail Tata Ruang); tidak ada ketentuan intensitas pemanfaatan ruang dan lampiran peta; dokumen KKPR tidak sesuai dengan ketentuan RDTR; dan PKKPR (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang) tidak memenuhi persyartan pasal 181,” sebut Jonahar.

Jonahar menyebutkan, penilaian terhadap 2589 dokumen KKPR yang valid, ternyata 46 persennya merupakan dokumen tidak patuh. Kemudian, 40 persennya adalah dokumen patuh, dan 14 persen merupakan dokumen yang tidak dapat dinilai, serta dokumen PMP UMK yang dinyatakan sesuai hanya 23 persen.

“Berdasarkan hasil penilaian KKPR dan PMP UMK tersebut, tentu menjadi perhatian kita semua. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan sistematik, baik dari aspek penerbitan KKPR berupa penguatan proses verifikasi dalam perwujudan PPKPR tanpa penilaian sebagai upaya mitigasi ketidakvalidan dokumen KKPR dan aspek pengendalian beserta tindak lanjut pencabutan pembatalan KKPR maupun pengenaaan sanksi administrasi lainnya,” saran Jonahar.

Ia juga mengatakan,“Perlu dilakukan pembinaan kepada para pelaku UMK. Selain itu, diperlukan ketersediaan akses data KKPR dan PMP UMK dan pengembangan sistem informasi penilaian pelaksanaan KKPR dan PMP UMK dalam Geographic Information System Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (GISLINER).

Direktur Jenderal Tata Ruang, Kementerian ATR/BPN Dwi Hariyawan mengungkapkan strategi percepatan pelayanan KKPR. “Pertama, percepatan penyusunan RDTR dan integrasi RDTR ke sistem OSS-RBA. Kedua, pembangunan dan pemanfaatan Pusat Data Nasional (PDN). Ketiga, peningkatan kapasitas SDM pelayanan KKPR dan Keempat, sosialisasi dan edukasi masyarakat dalam ekosistem digital layanan KKPR,” sebut Dwi.

Diakui oleh Dwi bahwa keberhasilan percepatan pelayan KKPR ini memerlukan sinergi dan kolaborasi berbagai pihak, di antaranya adalah Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal yang bertugas mengoptimalisasi juknis penerbitan KKPR kepada OPD (Organisasi Perangkat Daerah), pelaku usaha, dan masyarakat dan penyempurnaan sistem Online Single Submission Risk Based Approach (OSS-RBA).

Kemudian, sambung Dwi, Kementerian Komunikasi dan Informatika yang berkaitan dengan pembangunan Pusat data Nasional (PDN) untuk mendukung layanan pemerintahan berbasis digital (e-governement).

“Lalu, Kementerian ATR/BPN yang bertugas melakukan penyiapan NSPK terkait pelaksanaan KKPR; peningkatan kapasitas SDM pemerintah daerah dan Kanwil/Kantah; optimalisasi sistem layanan KKPR; Pelaksanaan Bimtek KKPR dan sosialisasi NSPK layanan KKPR; percepatan penyusunan RDTR dan integrasi RDTR dengan sistem OSS-RBA; penguatan peran Kanwil/Kantah; pembentukan unit khusus validasi KKPR di pusat; serta pengembangan sistem elektronik untuk permohonan KKPR Kegiatan Non Berusaha dan Strategi Nasional,” jelas Dwi.

Jonahar mengingatkan bahwa betapa penting peran pengendalian di awal sebelum penerbitan KKPR untuk menghindari peringatan yang bertentangan dengan pemanfaaatan ruang yang semestinya.

Talkshow KKPR OUTLOOK 2024 dihadiri oleh Para Pejabat Pimpinan Tinggi Madya; Para Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama; Para Tenaga Ahli Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional; Para Pejabat Administrator; Para Pejabat Pengawas; Para Pejabat Fungsional Tertentu dan Umum; dan Akademisi.